Selasa, 09 November 2010

BELENGGU KREATIVITAS ARSITEK

Arsitektur berkembang dalam perjalanan yang panjang. Sejak pertama manusia memahami kaidah ruang dan mengolahnya menjadi lebih baik untuk kepentingan hidupnya, manusia sudah ber-arsitektur. Manusia sudah menghasilkan karya arsitektur. 

Kebutuhan manusia dapat mempengaruhi gagasan-gagasan arsitektural. Gagasan-gagasan ini masih terus berkembang sejalan dengan nilai-nilai yang dianut. Nilai budaya manusia yang semakin beragam dan terbuka memberikan peluang terwujudnya arsitektur yang beragam tersebut.

Seperti halnya bidang-bidang lain, arsitektur mempunyai “tata tertib sendiri” terutama dalam menciptakan hasil atau produknya di dunia. Konstelasi “tata tertib” tersebut, baik dalam wujud tradisi, nilai-nilai yang hidup di masyarakat pemakainya dan lain sebagainya bertransformasi ke dalam wujud bangunan (arsitektur). Pada kenyataan lain kontroversi dalam arsitektur muncul sejak lama yaitu apakah arsitektur itu mempunyai/membutuhkan teori (seperti halnya ilmu lain) atau tidak? Dibandingkan, ilmu eksakta lain, arsitektur sering dikatakan belum memiliki Body of Knowledge yang utuh dan pasti. Secara keilmuwan, arsitektur belum mapan.

Paul-Allan Johnson dalam bukunya The Theory of Architecture berusaha menjelaskan realitas arsitektur dalam perspektif ilmu. Ia ingin menunjukkan keterbatasan pengetahuan menangkap realitas arsitektur, karena selama ini pendekatan teori dalam arsitektur mengandalkan rasionalitas-positivistik dan bercorak bagian per-bagian. Teori arsitektur bukanlah teori yang dimengerti dan diyakini sebagai dalil universal atau generalisasi yang mencakup semua bentuk arsitektur melainkan teori yang bersifat lokal atau regional, sangat spesifik atau mungkin mengandung kontradisksi serta mencakup beragam situasi dan konteks yang berkaitan dengannya.

Didalam perjalanannya, arsitektur mengalami perkembangan/perubahan-perubahan dan memunculkan berbagai gelombang arsitektural, misalnya : Arsitektur Klasik, Arsitektur Kristen dan Byzantine, Romanik, Barok, Renaissance, Klasik Baru, Modern dan Arsitektur Post Modern. Masing-masing gelombang mewakili dinamika jaman , gagasan-gagasan dan sosial budaya masyarakatnya serta pengaruh mazhab-mazhab tokoh arsitektur masa itu. Apa yang terjadi di Indonesia, bahkan Kalbar akan sangat berbeda dengan daerah lain. Pada masing-masing masa itu, pergelutan kreativitas arsitek di “lingkari” mazhab (paradigma), tuntutan masyarakat zamannya. Bahkan mungkin lingkaran tersebut menjadi ukuran dan pembatas yang membuat si arsitek takut untuk berkreasi diluar atmosfer zamannya. Apalagi pada masa lalu, pengaruh kekuasaan sangat dominan dan demokratisasi belum berkembang.

Disisi lain, disain akan memunculkan kreativitas yang baik bila independensi proses kreativitas individual, otonomi imajinasi seni si arsitek lebih besar. Yaitu bagaimana ia menginterpretasikan permasalahan sosial budaya masyarakat yang sedang berkembang dengan prediksi-prediksi yang jauh ke depan. Dan kemudian memunculkan bentuk-bentuk spektakuler, yang menyentuh jiwa serta memberi warna bagi kehidupan itu sendiri. Arsitek dituntut berfikir desain dan menghasilkan sesuatu yang “dari tidak ada menjadi ada”. Arsitek adalah tukang mimpi dan penghayal, namun demikian dia adalah pemimpi yang terukur. Mimpi yang dapat diwujudkan secara fisik bangunan atau kawasan binaan. Alhasil, arsitek seringkali menghasilkan produk – bentuk -yang tak terbayangkan oleh orang awam sebelumnya, bahkan bisa jadi bentuk yang tidak lazim pada masanya (aneh).

Intonasi mazhab yang nyaring dan teori-teori yang ada menjadikan hasil disain para arsitek menjadi relatif sama sehingga bila ahli sejarah memilah-milah akan memunculkan periode-isasi, generasi-generasi, langgam atau zaman tersendiri dalam dunia arsitektur! Dengan kata lain hasil karya aristektur tidak memiliki warna! Pernahkah arsitek pada masa Renaissance berfikir tentang disain modern seperti sekarang? Atau pernahkan arsitek masa itu berfikir tentang disain hunian ke depan atau melampaui jamannya, seperti halnya Julles Verne (Novelis/astronom) abad 16 berfikir tentang perjalanan dan hidup di bulan padahal teknologi pesawat ruang angkasa rekaman foto saat ruang angkasa itu belum ada !

Untuk arsitek sekarang, dimana demokratisisai sudah jauh lebih baik namun tekanan Market (Kapitalisasi) yang kuat, integritas arsitek ditantang untuk mampu dan berani berfikir disain yang jauh kedepan melintasi jaman, sekaligus menjadi pembuat artifak budaya yang peka pada masalah sosial saat ini.

Lalu, bagaimana sikap arsitek menghadapi tekanan pasar, kolega dan masyarakat bila ingin berfikir lain-jauh melampau jaman? Inilah pertanyaan besar dan mendasar yang harus dijawab terlebih dahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar